Folklore: The Story of the Aged Mother (Cerita Rakyat dari Jepang)

“The Aged Mother” adalah cerita rakyat dari Jepang yang menunjukkan ikatan kuat antara ibu dan anak. Dongeng ini ditulis oleh seorang penyair terkenal yang bernama Matsuo Basho
Dongeng ini bertempat di sebuah daerah yang dipimpin raja yang kejam, Dia tidak suka orang yang lemah dan sudah tua. Dia menyuruh membunuh orang-orang tua yang lemah, agar negara menjadi kuat.
Dongeng yang menyentuh ini menjadi pengingat tentang cinta yang ada antara ibu dan anak,
Berikut adalah cerita “The Aged Mother” dalam bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia
The Aged Mother
Once upon a time, there was a farmer and his mother who lived in a place called Shining.
They lived in a small plot of land and worked hard to earn food. Although they were poor, they lived a happy and peaceful life.
However, the ruler of their land was a cruel and dictatorial king who was afraid of anything that showed signs of illness or weakness.
He believed that weakness would hinder the progress of the country and decided to order the killing of all elderly people.
The King’s Order
This was a barbaric time when people did not value life, and abandoning the elderly was a common practice.
The king’s order had a profound impact on the people, who did not object to it, but anyone who spoke against the king’s orders would face life-threatening consequences.
The farmer loved his mother more than anything in the world, and the king’s order made him feel heartbroken.
He did not want his mother to be killed, but he also did not want to defy the king’s orders.
After some thought, the farmer decided to abandon his mother on a mountain, as it was the gentlest way to carry out the king’s order.
He gathered unwhitened rice, which was the main food of the poor, and wrapped it in a square cloth.
He also filled a gourd with sweet water and hung it around his neck.
This showed that the farmer and his mother had limited resources and lacked basic utensils.
The farmer tied his mother to his back and began his journey to the mountain. The road was long, steep, and crossed by many paths, making it difficult to navigate.
Nevertheless, the farmer continued to walk up the mountain, as he did not want to return home with his mother, which could lead to her being murdered in a violent way.
The mountain was called Obatsuyama, which means “abandonment of the aged.”
The Wisdom
The farmer’s mother had keen eyesight, despite her advanced age. She noticed that her son was in a rush to reach the mountain summit and was unaware of the dangers that he might face on the way back.
With her experience and wisdom, she came up with a plan to ensure her son’s safe return home.
She snapped twigs from the trees along the route and dropped a handful of them every few feet as they climbed the mountain.
These twigs formed a dotted line with tiny stacks of twigs at regular intervals, which would help her son find his way back home safely.
Back to The Hut
When they finally reached the top, the farmer was very tired but also very sad because he thought he might have to leave his mother there.
But then he decided to make her a cozy bed using pine needles and made sure she was warm with her coat.
His mother was worried about him and told him to be careful on his way down the mountain.
She told him to follow the twigs she had left along the path so he wouldn’t get lost.
The farmer was so touched by his mother’s love that he didn’t want to leave her, even though he knew it would mean she would die.
Then he back to the hut with his mother. He found a secret place in his hut to hide her and made sure she was comfortable.
The New Order
Everyone in the kingdom was scared when the king’s messengers brought him a new announcement.
They had to bring a rope made of ashes, and if they didn’t do it, they would be in big trouble.
The farmer was worried too, but he told his old mother about the king’s command.
The mother wanted to help her son and asked for some time to think of a plan. The next day, she gave her son an idea for making a rope out of ashes.
She told him to twist some straw into a rope and burn it on a flat stone on a calm night. The farmer followed her instructions and made the ash rope.
The King Impressed
The king was very impressed with the farmer’s smart idea and asked where he got it from. The farmer told him it was from his mother.
The king thought about it for a moment and then made a big announcement. He said that he wouldn’t punish the farmer, but he would change the mean law he made.
He realized that the old people in the kingdom were important too and that everyone, no matter how old they were, had a role to play.
The story teaches us that we should respect and take care of old people because they have a lot of wisdom.
And the king learned that an old proverb was true: “With the crown of snow, there cometh wisdom”.
This means that as people get older, they get wiser. So, the bad practice of hurting old people stopped, and it became just a story from the past.
Ibu yang Tua
Alkisah, ada seorang petani dan ibunya yang tinggal di sebuah tempat bernama Shinning.
Mereka tinggal di sebidang kecil tanah dan bekerja keras untuk mendapatkan makanan. Meskipun mereka miskin, mereka hidup bahagia dan damai.
Namun, penguasa negeri itu adalah raja yang kejam dan diktator. Ia benci pada apapun yang menunjukkan tanda-tanda penyakit atau kelemahan.
Dia percaya bahwa kelemahan akan menghambat kemajuan negara dan memerintahkan pembunuhan untuk semua yang lanjut usia.
Perintah Raja
Perintah raja berdampak besar, banyak yang keberatan. Namun siapa pun yang menentang perintah raja akan menghadapi konsekuensi yang berat.
Petani itu mencintai ibunya lebih dari apa pun di dunia ini. Perintah raja membuatnya patah hati.
Ia tidak ingin ibunya dibunuh, tetapi ia juga tidak mau menentang perintah raja.
Setelah melalui beberapa pertimbangan, petani itu memutuskan untuk meninggalkan ibunya di gunung, karena itu adalah cara yang paling baik untuk melaksanakan perintah raja.
Dia mengumpulkan nasi putih, yang waktu itu merupakan makanan utama orang miskin, dan membungkusnya dengan kain.
Dia juga mengisi sebuah labu dengan air gula kemudian menggantungnya di lehernya.
Petani itu mengikat ibunya ke punggungnya dan memulai perjalanannya ke gunung. Jalannya panjang, terjal, sehingga sulit untuk dilalui.
Namun demikian, petani tersebut terus berjalan mendaki gunung, dia tidak ingin dibunuh dengan cara yang kejam.
Gunung itu disebut Obatsuyama, yang artinya “ditinggalkan orang tua”.
Kebijaksanaan
Ibu tua itu memiliki penglihatan yang tajam, meskipun usianya sudah lanjut. Dia memperhatikan bahwa putranya sedang terburu-buru untuk mencapai puncak gunung dan tidak menyadari bahaya yang mungkin dia hadapi dalam perjalanan pulang.
Dengan pengalaman dan kebijaksanaannya, dia membuat rencana untuk memastikan putranya bisa pulang dengan selamat.
Dia mematahkan ranting-ranting dari pepohonan di sepanjang rute dan menjatuhkan beberapa ranting setiap beberapa kaki saat mereka mendaki gunung.
Ranting-ranting ini membentuk garis putus-putus dengan tumpukan ranting kecil secara berkala, yang akan membantu putranya menemukan jalan pulang dengan selamat.
Kembali ke Pondok
Ketika akhirnya mereka sampai di puncak, petani itu sangat lelah tetapi juga sangat sedih, karena dia harus meninggalkan ibunya di sana.
Kemudian dia membuatkan tempat tidur nyaman dengan menggunakan daun pinus dan memastikan ibunya merasa hangat.
Ketika petani itu mau turun, ibunya mengkhawatirkannya dan menyuruhnya untuk berhati-hati saat menuruni gunung.
Dia menyuruhnya untuk mengikuti ranting yang dia tinggalkan di sepanjang jalan agar dia tidak tersesat.
Petani itu sangat tersentuh oleh cinta ibunya sehingga dia tidak ingin meninggalkannya, meskipun dia tahu itu berarti dia akan mati.
Kemudian dia turun ke gubuk mereka. Dia punya tempat rahasia di gubuk untuk menyembunyikan ibunya dan memastikan dia merasa nyaman.
Perintah Baru
Semua orang di kerajaan ketakutan ketika utusan raja membawa pengumuman baru.
Mereka harus membawa tali yang terbuat dari abu. Jika mereka tidak membawa tali dari abu, mereka akan mendapat masalah besar.
Petani itu juga khawatir, dia memberi tahu ibunya yang sudah tua tentang perintah raja itu.
Sang ibu ingin membantu putranya dan meminta waktu untuk memikirkan sebuah rencana. Keesokan harinya, dia memberi ide kepada putranya untuk membuat tali dari abu.
Dia menyuruhnya untuk memelintir sedotan menjadi tali dan membakarnya di atas batu di malam hari. Petani itu mengikuti instruksi ibunya dan berhasil membuat tali abu.
Sang Raja Terkesan
Raja sangat terkesan dengan ide cerdas petani itu dan bertanya dari mana dia mendapatkannya. Petani itu mengatakan kepadanya bahwa itu dari ibunya.
Raja berpikir sejenak dan kemudian membuat pengumuman besar. Dia berkata bahwa dia tidak akan menghukum petani itu, tetapi dia akan mengubah hukum kejam yang dia buat.
Dia menyadari bahwa orang-orang tua di kerajaan juga penting. Setiap orang, berapa pun usianya, memiliki peran penting bagi kerajaan.
Cerita tersebut mengajarkan kita bahwa kita harus menghormati dan merawat orang tua karena mereka memiliki banyak kearifan.
Dan raja mengetahui bahwa pepatah lama itu benar: “Dengan mahkota salju, datanglah kebijaksanaan”.
Ini berarti bahwa seiring bertambahnya usia, mereka menjadi lebih bijaksana. Jadi, praktik buruk menyakiti orang tua berhenti, dan itu hanya menjadi cerita dari masa lalu.