Legenda Aji Saka (The Legend of Aji Saka)

Aji Saka adalah seorang tokoh dalam dongeng di tanah Jawa. Dia dianggap sebagai seorang tokoh legendaris yang menciptakan aksara Jawa.
Certa Aji Saka menceritakan tentang kepahlawaan Aji Saka dalam mengalahkan raja jahat Dewata Cengkar yang suka memakan daging manusia.
Diceritakan pula Aji Saka dikenal sebagai raja yang adil dan bijaksana dalam memerintah.
Berikut cerita Aji Saka dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
====
The Legend of Aji Saka
There was a strong young man named Aji Saka who lived in the village of Medang Kawit. He had two helpers, Dora and Sembada, who were very loyal to him. Aji Saka wanted to go to a place called Medang Kamulan.
But in Medang Kamulan, there was a bad king named Prabu Dewata Cengkar. He liked to hurt and eat people. The vice regent of Medang Kamulan, Patih Jugul Muda, had to find people for the king to eat. The people in Medang Kamulan were very scared and many of them ran away rather than be eaten by the king. Aji Saka wanted to stop the king from hurting and eating people.
===
On the way to Medang Kamulan, Aji Saka and his helpers stopped at a place called Kendeng mountain. Aji Saka asked Sembada to stay there and gave him a special sword called a keris. Aji Saka said, “I’m giving you this special sword. Only give it back to me and no one else. I will come back for it.” Sembada agreed to do what Aji Saka said.
Aji Saka and Dora continued their journey. Along the way, Aji Saka asked Dora to stay behind because he wanted to go to the Medang Kamulan kingdom alone.
===
On his journey, Aji Saka met Patih Jugul Muda who looked worried because he couldn’t find any people to give to the evil king Dewata Cengkar. “If that’s what’s worrying you, give me to your king, Patih Jugul Muda,” Aji Saka said.
Patih Jugul Muda was very surprised to hear Aji Saka’s words. While other people would be running and screaming if they were going to be sacrificed to the cruel king Dewata Cengkar, Aji Saka was offering himself willingly!
Patih Jugul Muda then took Aji Saka to the royal palace of Medang Kamulan. Unlike other people who were very scared when they faced King Dewata Cengkar, Aji Saka was calm and not afraid at all. He said to the cruel king, “Before your servant gets eaten, can I ask for one condition?”
===
“Condition?” King Dewata Cengkar glared at Aji Saka, “What do you want?”
“I just want some land, the size of the turban I am wearing,” Aji Saka replied.
King Dewata Cengkar was very happy to hear Aji Saka’s condition. It was very easy for him, he just had to give Aji Saka some land the size of his turban in exchange for eating him.
So he said with a big smile, “I will grant your wish! Quickly take off your turban and mark the land. I am very hungry!”
Aji Saka took off his turban and began to lay it out. To everyone’s surprise, the turban was very long. It seemed to keep going and going until the whole kingdom of Medang Kamulan was covered.
The turban reached the mountains, rivers, forests, and even the valleys. No one expected Aji Saka’s turban to be so long and wide. King Dewata Cengkar did not expect it either.
Since King Dewata Cengkar had agreed to give Aji Saka land as big as his turban, it meant that Aji Saka now owned all of King Dewata Cengkar’s land.
The king was very angry. He immediately tried to attack Aji Saka.
But Aji Saka was not an ordinary young man, he was able to avoid the king’s attack.
Then, King Dewata Cengkar got caught in Aji Saka’s turban, no matter how much he struggled he could not escape. Aji Saka used his supernatural powers to throw King Dewata Cengkar into the South Sea, where he died.
The people of Medang Kamulan were very happy to hear about the death of King Dewata Cengkar, who liked to hurt and eat people.
They returned to their villages and asked Aji Saka to be their leader. Aji Saka became the new king of Medang Kamulan. The people were happy because Aji Saka was a fair and wise leader.
===
One day, Aji Saka remembered his special sword, which he left with his friend Sembada in the Kendeng mountains. He asked Dora to go get the sword for him.
Dora went on her mission and met Sembada in the Kendeng mountains. They caught up and reminisced about their old times. Then Dora told Sembada why she was there. “I was sent by our leader Aji Saka to get the special sword he left with you.”
Sembada was not suspicious of Dora’s words, but he could not give Aji Saka’s sword to her. “You should know, Dora, Aji Saka told me not to give this sword to anyone. He said only he can take it back.”
Dora was confused and said “Sembada, my friend, do you not trust me? I swear on the great god, I am only here to do Aji Saka’s orders.”
But Sembada still refused to give the sword. He insisted that he would only give it to Aji Saka as he was told. Dora also insisted on getting the sword as she was ordered.
They both insisted on their beliefs and an argument started between the two old friends. It escalated into a fight between them.
===
Aji Saka was waiting at the Medang Kamulan palace. He was very surprised that Dora, the person he sent, had not returned yet. He was curious and decided to go to the Kendeng mountains to find out what happened.
When Aji Saka arrived at the Kendeng mountains, he was shocked to find out that his two loyal friends, Dora and Sembada, had died because they were fighting over his special sword. He realized that they both wanted to obey his orders and keep his sword safe, but they couldn’t agree on how to do it.
Aji Saka felt very sad that his friends had died because of him. He was touched by their loyalty and wanted to honor them. He wrote a special message on a stone as a way to remember them and their loyalty.
The inscripition read:
Ha Na Ca Ra Ka
Da Ta Sa Wa La
Pa Da Ja Ya Nya
Ma Ga Ba Ta Nga
The meaning of the message:
“A messenger’s tale,
Two warriors in strife,
Equal in strength,
Both met their end in life.”
Aji Saka’s writing was later known as Carakan and became the origin of the Javanese letters which are still written and read by the Javanese people.
=======
Legenda Aji Saka
Ada seorang pria muda dan kuat bernama Aji Saka yang tinggal di desa Medang Kawit.
Dia memiliki dua orang pengawal, Dora dan Sembada, yang sangat setia kepadanya. Suatu hari, Aji Saka ingin pergi ke tempat yang disebut Medang Kamulan.
Namun di Medang Kamulan, ada seorang raja jahat bernama Prabu Dewata Cengkar. Dia suka menyakiti dan memakan orang.
Patih Medang Kamulan, Patih Jugul Muda, harus mencari orang untuk dimakan raja.
Orang-orang di Medang Kamulan sangat takut dan banyak dari mereka melarikan diri ke luar kerajaan daripada dimakan oleh raja.
Aji Saka ingin menghentikan tindakan raja yang sering menyakiti dan memakan orang itu.
====
Saat menuju Medang Kamulan, Aji Saka dan pengawalnya berhenti di tempat yang disebut Gunung Kendeng.
Aji Saka berkata kepada Sembada untuk tetap di sana dan memberinya pedang khusus yang disebut keris.
Aji Saka berkata “Aku memberikan keris ini kepadamu. Hanya kembalikan kepadaku dan tidak boleh kepada siapapun juga. Aku akan kembali untuk mengambil keris ini.”
Sembada setuju untuk melakukan apa yang dikatakan Aji Saka.
Aji Saka dan Dora melanjutkan perjalanan mereka. Selama perjalanan, Aji Saka meminta Dora untuk berjalan jauh di belakang, karena dia ingin pergi ke kerajaan Medang Kamulan sendiri.
====
Dalam perjalanannya, Aji Saka bertemu dengan Patih Jugul Muda yang terlihat khawatir karena dia tidak bisa menemukan manusia yang akan diberikan kepada raja jahat Dewata Cengkar. “Jika itu yang khawatirkanmu, berikan saja tubuhku kepada rajamu, Patih Jugul Muda,” kata Aji Saka.
Patih Jugul Muda sangat terkejut mendengar kata-kata Aji Saka. Sementara orang lain akan lari jika mereka akan dikorbankan untuk raja Dewata Cengkar, Aji Saka malah dengan sukarela menawarkan diri sendiri.
Kemudian Patih Jugul Muda membawa Aji Saka ke istana Medang Kamulan. Tidak seperti orang lain yang sangat takut saat menghadapi Raja Dewata Cengkar, Aji Saka tenang dan tidak takut sama sekali.
====
Dia berkata kepada raja kejam itu, “Sebelum hambamu ini dimakan, bolehkah saya meminta satu syarat?”
“Syarat?” Raja Dewata Cengkar menatap marah ke Aji Saka, “Apa yang kau inginkan?”
“Saya hanya ingin tanah, ukuran ikat kepala kecil yang saya kenakan ini,” jawab Aji Saka.
Raja Dewata Cengkar sangat senang mendengar syarat Aji Saka. Itu sangat mudah baginya, dia hanya perlu memberikan Aji Saka tanah seukuran ikat kepalanya.
Jadi dia berkata dengan senyum besar, “Aku akan mengabulkan permintaanmu! Cepat lepaskan ikat kepalamu dan tandai tanahnya. Aku sangat lapar!”
Aji Saka melepaskan ikat kepalanya dan mulai menaruhnya. Semua orang terkejut, ikat kepala kecil berubah menjadi besar dan panjang, sampai-sampai seluruh wilayah kerajaan Medang Kamulan tertutup.
Ikat kepala itu mencapai gunung-gunung, sungai-sungai, hutan, bahkan lembah-lembah. Tidak ada yang menyangka ikat kepala kecil Aji Saka akan begitu panjang dan luas. Raja Dewata Cengkar juga tidak menyangka itu.
Karena Raja Dewata Cengkar telah menyetujui untuk memberikan Aji Saka tanah sebesar ikat kepalanya, itu berarti sekarang Aji Saka berhak atas semua tanah Raja Dewata Cengkar.
Raja sangat marah. Kemudian dia mencoba menyerang Aji Saka.
Tapi Aji Saka bukanlah pemuda muda biasa, dia mampu menghindari serangan raja.
Dikebaskanlah ikat kepalanya, kemudian Raja Dewata Cengkar terjebak di dalam ikat kepala Aji Saka. Dewata Cengkar berupaya untuk meloloskan diri, tetapi terus gagal.
Aji Saka dengan kekuatannya yang luar biasa, melempar Raja Dewata Cengkar ke Laut Selatan. Akhirnya Dewata Cengkar mati di laut tersebut.
Orang-orang Medang Kamulan sangat senang mendengar kabar kematian Raja Dewata Cengkar.
Mereka kembali ke desa-desa mereka dan meminta Aji Saka menjadi pemimpin mereka. Aji Saka menjadi raja baru Medang Kamulan. Orang-orang senang karena Aji Saka memimpin dengan adil dan bijak.
====
Suatu hari, Aji Saka teringat akan keris yang dia tinggalkan kepada Sembada, di pegunungan Kendeng. Dia meminta Dora untuk pergi mengambil keris itu untuknya.
Dora pergi menjalankan misinya dan bertemu Sembada di pegunungan Kendeng. Mereka bertemu dan mengingat kembali masa lalu mereka.
Kemudian Dora memberitahu Sembada mengapa dia ada di sana. “Saya dikirim oleh pemimpin kita, Aji Saka, untuk mengambil keris yang dia tinggalkan padamu.”
Sembada tidak curiga terhadap kata-kata Dora, tetapi dia tidak bisa memberikan keris Aji Saka kepadanya.
“Kamu harus tahu, Dora, Aji Saka bilang padaku untuk tidak memberikan keris ini kepada siapapun. Dia bilang hanya dia yang bisa mengambilnya kembali.”
Dora bingung dan berkata “Sembada, temanku, apakah kamu tidak percaya kepadaku? Saya bersumpah pada dewa, saya di sini hanya melakukan perintah Aji Saka.”
Tetapi Sembada tetap menolak untuk memberikan keris tersebut. Dia bersikeras hanya akan memberikannya kepada Aji Saka seperti yang dia katakan. Dora juga bersikeras ingin mendapatkan keris tersebut karena dia diperintahkan.
Mereka berdua bersikeras pada keyakinan mereka dan pertengkaran mulai terjadi di antara kedua teman lama itu. Pertengkaran ini berkembang menjadi perkelahian di antara mereka.
====
Aji Saka heran karena Dora, orang yang dia kirim, belum kembali. Dia penasaran dan memutuskan untuk pergi ke pegunungan Kendeng, untuk mengetahui apa yang terjadi.
Ketika Aji Saka tiba di pegunungan Kendeng, dia terkejut mengetahui bahwa dua pengawal setianya, Dora dan Sembada, telah meninggal karena bertengkar.
Dia menyadari bahwa mereka berdua hanya ingin mematuhi perintahnya untuk menjaga kerisnya dengan aman.
Aji Saka merasa sangat sedih. Karena dirinya, para pengawalnya meninggal. Dia terharu oleh kesetiaan mereka dan ingin menghormati mereka. Dia menulis pesan khusus pada sebuah batu sebagai cara untuk mengingat kesetiaan mereka.
Tulisan itu berbunyi:
Ha Na Ca Ra Ka
Da Ta Sa Wa La
Pa Da Ja Ya Nya
Ma Ga Ba Ta Nga
Arti dari pesan itu:
“Kisah seorang utusan,
Dua ksatria dalam perkelahian,
Sama kuatnya,
Keduanya menemui ajal.”
Tulisan Aji Saka kemudian dikenal sebagai Carakan dan menjadi asal dari huruf Jawa yang masih ditulis dan dibaca oleh orang Jawa.