Percakapan Inggris: Memberi Opini tentang Film yang Baru Ditonton (Giving Opinion)
Film merupakan medium yang dapat merangsang seseorang untuk aktif berpikir dan beropini. Film yang sama belum tentu diinterpretasikan secara sama oleh dua orang yang menontonnya.
Nah, berikut ini adalah salah satu contoh percakapan antara dua orang penikmat film tentang film yang baru saja ditonton oleh salah satunya.
Simak percakapan mereka dan juga terjemahan yang kami sediakan di bawahnya untuk membantu Anda lebih memahami opini kedua orang tersebut.
Lia: Mas Iman, you love Catherine Deneuve, right?
Iman: With all my heart, Li. Why?
Lia: I just saw her old movie, Repulsion, and I don’t get the ending.
Iman: Oh, Li, Repulsion is my most favorite movie of Deneuve’s. It’s one of the best horror film I’ve ever seen in my life.
Lia: Yeah, but I don’t get it. What’s wrong with the girl? Is she crazy? And what about the picture at the end of the movie?
Iman: Well, from my personal opinion, I conclude that the girl was probably sexually harassed when she was just a little girl. That eerie picture at the end of the movie? It shows the girl gives a sharp glance toward an older man, maybe that’s the one who harassed her.
Lia: Why do you think it was sexual? Could it possibly just be a general abuse toward a kid?
Iman: Because the girl is repulsed by any kind of sexual act or even thought. She hates her sister’s boyfriend, she avoids the guy who shows interest toward her. She was traumatized by her childhood experience and it reflects on the screen.
Lia: And what about those cracks on the wall? It’s just in her mind, right?
Iman: Exactly. Every time she sees a crack on the wall, she gets dragged away from reality and sinks even deeper in her trauma. You notice that she gets more and more unattached as the movie progressed, right?
Lia: Yeah, even more so after her sister’s gone and she’s all alone in the apartment.
Iman: Exactly, because by being alone, it amplifies her trauma and inner thoughts. Nobody is really around to anchor her, to at least bring her back to reality by just talking to her.
Lia: But she also has pretty sensual imaginations.
Iman: Well, as a grown woman, I suppose she does have sensual impulse or thoughts. That’s what complicates her condition. Maybe she wants to have a relationship or to be touched by a guy, but because her childhood trauma was never addressed, she even becomes disgusted by herself. And that worsens her condition.
Lia: Gosh, poor girl.
Iman: That’s exactly what I thought! As the movie progress, all I could mutter was, “Poor girl…” because I know somebody has got to be in a big trauma to be in her state.
Lia: Well, you studied psychology, Mas Iman. Of course you understand things like that better. Duh, I prefer romantic comedy movies the most.
Iman: Hahaha.
Terjemahan dialog di atas
Lia: Mas Iman, kamu suka dengan Catherine Deneuve, kan?
Iman: Dengan segenap hatiku, Li. Kenapa?
Lia: Aku barusan menonton film lamanya, Repulsion, dan aku nggak paham dengan akhir filmnya.
Iman: Aduh, Li, Repulsion itu salah satu film Deneuve favoritku. Itu salah satu film horor terbaik yang pernah aku lihat dalam seumur hidupku.
Lia: Ya, tapi aku nggak paham. Apa yang salah dengan cewek itu? Apa dia gila? Terus maksudnya foto yang ada di akhir film itu apa, ya?
Iman: Dari pendapat pribadiku sih, aku menyimpulkan bahwa cewek itu mungkin waktu kecil pernah mengalami kekerasan seksual. Foto yang serem di akhir film itu? Kan, nunjukin kalau cewek itu ngelirik tajam ke arah salah satu laki-laki tua, mungkin itu orang yang mengganggu dia.
Lia: Kenapa kok menurutmu itu kekerasan seksual? Apa mungkin dia cuma mengalami kekerasan pada anak aja?
Iman: Karena cewek itu kan jijik sama segala macam aktivitas bahkan pikiran yang berbau seksual. Dia nggak suka dengan pacar kakaknya, dia menghindari laki-laki yang tertarik sama dia. Dia trauma akan pengalaman masa kecilnya dan itu nampak di layar selama kita menontonnya.
Lia: Terus gimana dengan retakan-retakan yang ada di tembok? Itu hanya ada di pikiran si cewek, kan?
Iman: Betul sekali. Setiap kali dia melihat retakan di tembok, artinya dia semakin terseret jauh dari realita dan tenggelam semakin dalam pada traumanya. Kamu sadar nggak kalau dia semakin lama semakin “lepas” di sepanjang film?
Lia: Iya, apalagi selepas kakaknya pergi dan dia tinggal sendirian di apartemen.
Iman: Nah, karena dengan sendirian justru memperkuat trauma dan pikiran-pikiran yang ada di benaknya. Nggak ada siapa pun di sekitarnya untuk ngajak dia bicara.
Lia: Tapi dia juga punya bayangan-banyangan yang cukup sensual tuh, Mas.
Iman: Ya, kurasa sebagai wanita dewasa dia pasti punya impuls atau pikiran sensual. Justru itu yang membuat kondisinya makin rumit. Mungkin dia juga ingin punya hubungan atau disentuh oleh lelaki, tapi karena trauma masa kecilnya nggak pernah diobati ya dia juga jadi benci sama dirinya sendiri karena mikirin hal-hal begitu. Dan itu memperparah kondisinya.
Lia: Duh, kasihan banget.
Iman: Itu yang kupirkan! Semakin filmnya jalan, aku cuman bisa bilang, “Kasihan…” karena aku tahu seseorang pasti mengalami trauma yang begitu berat sampai bisa ada di kondisi seperti dia di film itu.
Lia: Ya, kamu belajar psikologi, Mas Iman. Jelas aja kamu paham soal-soal begituan. Duh, aku mending nonton film komedi romantis deh.
Iman: Hahaha.
Demikianlah percakapan dua orang mengenai film yang baru ditonton. Semoga bermanfaat untuk Anda!